Pages

Tuesday, March 13, 2012

Rusak


Suatu malam, sebuah kotak musik yang terbuka. Sebilah boneka cantik dengan gaun berwarna gading melekat di tubuhnya dengan sempurna. Dia begitu cantik, berputar dengan satu kaki terangkat. Rambutnya diikat keatas, menambah keindahan lehernya yang jenjang. Siapapun akan terpikat. Dia terus berputar, dipandangi puluhan pasang mata yang memandang kagum.

Pengemudi-pengemudi Lego tak mampu mengalihkan mata, segala macam action figure pun bependapat sama. Dalam kamar bernuansa biru dan abu-abu, dialah sang maha cantik yang selalu mempesona. Berputar tanpa lelah dengan senyum yang selalu menghiasi wajah. Namun kedua bola matanya belum pernah lelah, memandangi satu sosok pemilik ruangan itu. Seseorang yang dengan ukuran tubuh puluhan bahkan ratusan kali lipat darinya.

Masih lekat di ingatannya, saat ibunda Edward pertama kali membelinya dari suatu toko mainan terbesar dikota itu untuk putra pertama dan semata wayangnya. Si cantik itu selalu setia bernyanyi dan menari, mengiri lelaki yang kala itu masih berupa bongkahan daging mungil hingga kini, beranjak menjadi pemuda yang begitu ia puja.

Pandangan di berbagai sudut dari puluhan pasang mata yang juga merupakan koleksi Edward tak digubrisnya. Kedua penglihatannya hanya tetuju pada seorang pemuda yang memiliki jiwa, dimana dia masih belum sadar jua. Mereka berbeda. Si cantik ini adalah idola, yang tidak mengindahkan sekelilingnya. Dia hanya begitu buta, pada sosok yang amat dia cinta.

*

Suatu malam, Edward pulang dengan mimik yang tidak biasa. Wajahnya lebih cerah dari langit biru yang dicumbui awan putih, matanya lebih terang daripada matahari yang selalu menyapanya tiap pagi. Seluruh penghuni kamar itu bertanya. Apa yang terjadi pada bos kesayangan mereka.

Si cantik merasakan hal yang sama, sesuatu telah terjadi pada Edward. Meski hari itu lelaki pujaan tersebut tidak lupa untuk menatap dan memutar tongkang dibawah kakinya agar si cantik ini benyanyi dan menari, namun tetap, kali ini pandangannya berbeda. Si cantik menari sambil bertanya-tanya. Matanya tidak lepas dari lelaki yang tersenyum dalam lelap.

Sudah lebih dari sepekan, Edward tidak seperti biasa. Waktu bermain bersama para koleksinya semakin sedikit. Laki laki yang beranjak dewasa itu kini jarang ada dirumah. Setelah menyisir dan tersenyum didepan kaca, Edward biasanya bergegas pergi. Dan sudah berapa hari ini, Edward tidak lagi memintanya bernyanyi. Jam pulangnya yang terlalu larut, membuat Edward tidak lagi sempat menyapa si cantik yang berdiri diatas meja pada sisi kanan tempat tidurnya. Si cantik kini begitu lesu. Tiga hari ini dia hanya terbujur kaku.

Para penghuni ruangan itu merasakan apa yang tejadi pada si cantik. Mereka berusaha menghibur dengan segala bentuk lelucon yang mana semua gagal menciptakan senyum dibibirnya.

Pada suatu siang, tidak seperti biasa, Edward pulang lebih awal. Seluruh penghuni kamarnya merasa janggal, begitu juga si cantik. Pria tesebut dengan tergega-gesa merapikan beberapa koleksi dan baju tidurnya yang berserakan, lalu kembali berlari keluar kamar. Si cantik, sekumpulan lego, para action figure saling bertatapan heran. Tak lama setelah itu, pintu kembali terbuka "Kamarku agak berantakan gapapa ya?". Suara Edwin terdengar lebih jelas setalah kaki-kakinya melangkah masuk, namun setelah itu sepasang kaki cantik milik seorang perempuan berambut pirang turut hadir "Waw, kamarmu nyaman sekali". Mereka kemudian masuk dalam kamar tesebut.
sang wanita tampaknya begitu tepesona dengan koleksi-koleksi Edward. Dipandangi bekali-kali para action figure di setiap sudut ruangan tersebut. Tampak master yoda yang sebenarnya salah tingkah karena kedatangan tamu asing yang tak segan meraba-raba dirinya.

Si cantik yang masih tertegun dengan kehadiran perempuan tesebut berusaha menahan rasa yang bekecamuk didadanya. Hingga akhirnya, wanita tersebut berlari menghampiri dirinya "Edward, action figure apa ini? Cantik sekali!" katanya sambil memandangi boneka penari tersebut. Edward kemudian mendekat "itu kotak musik kesayanganku. Aku harus memutarnya setiap malam agar bisa tetidur". Jawabnya sambil mengangkat si cantik, memutar skrupnya, memintanya bernyanyi dan menari. Melenggoklah si cantik setelah sekian lama tubuhnya kaku dan tak lagi tejamah tangan Edward. Wanita disamping pujaannya itu kini menatap kagum, memandangi si cantik yang menari. Hingga saat sicantik dan perempuan itu berhadapan, Edward mendaratkan bibirnya di bibir si wanita yang sedang terpana oleh tarian si cantik. Siang itu adalah suatu kenyataan yang harus si cantik terima, menari dan bernyanyi, mengiringi kekasih pujaan bercinta, dengan wanita yang bukan dirinya.

Hari itu matahari seperti bersekutu dengan udara. Mereka menghilang untuk membunuh mata dan nafas si cantik. Begitu gelap dan sesak, tariannya menggejolak, tangisannya tak tedengar.

Sejak kejadian siang itu, si cantik merasa sebagian dirinya sudah mati. Dia tidak lagi menari, apalagi benyanyi. Tubuhnya seperti tebujur kaku. Edward tak lagi menyapanya, dia terlalu sibuk dengan kekasih barunya. Para action figure dan anggota lego pun kini kehilangan kata-kata. Melihat si cantik yang semakin lama semakin kuyu.
Kotak musik yang dipijaknya kini sesak oleh debu, tidak ada lagi tangan yang mengusapnya. Dia begitu rapuh, tidak lagi ada senyum, apalagi kata-kata.
Waktu berlalu, Edward kini akan pergi, meninggalkan rumah untuk melanjutkan perguruan tinggi di kota lain.

Lelaki itu duduk seorang diri diatas tempat tidur, memandangi seluruh koleksinya semenjak kecil, bernostalgia dengan ingatannya. Diangkatnya si cantik, dia kembali memutar skrup dibawah kakinya. Kali ini, si cantik tak lagi bernyanyi. Edward yang sempat bingung meniup-niup bagian bawah kotak musik tersebut, namun tetap, si cantik tak lagi bersuara, apalagi menari. Mimik Edward berubah sedih, namun suara dari luar kamar memecah hening dikamarnya "Edward, semua sudah siap dimobil. Jangan sampai ketinggalan kereta!". Edwardpun bersiap. Meletakkan sicantik kembali diatas meja kamarnya.

"Aku rusak".