Pages

Sunday, May 9, 2010

Aku dan Syair..

Ketika para penyair berkhayal untaian syair dan mantra kata-kata yang mereka rangkai suatu saat akan menjadi tali pengekang bakat, aku akan datang dan merobek-robek manusrip mereka.

Jika seseorang meramalkan bahwa apa yang mereka tulis akan menjadi mata air yang tandus.
Sebuah kekuatan akan menuntunku dan kelompok lain untuk menuangkan tinta-tinta kami dalam sumur pelupaan, lalu memecah paksa pena mereka dengan tangan-tangan kelalaian.

Aahh....bukankah itu menyenangkan kawan?

Tapi aku sedih teman...
Aku sedih mendengar para jiwa mengoceh dengan lidah-lidah kebodohan.
Mereka seakan membunuhku demi merengguk anggur perenungan yang mengair diatas pena manusia yang suka berpura-pura.

Terlebih lagi saat kakiku menginjak lembah kebencian serta melihat kenyataan bahwa tempat itu sudah terlalu penuh.
Terlihatlah aku salah satu dari khalayak yang melihat seekor cicak membengkakkan tubuhnya menyerupai seekor buaya.

Syair,sahabatku tersayang, adalah sebuah genangan dari hujan senyuman.
Syair merupakan keluhan panjang yang mengerikan bagi airmata, setiup roh yang mendiami jiwa, yang memiliki makanan hati, yang memiliki anggur kasih sayang.
Naahh...ini dia! Syair dari para imam palsu dimataku!!!

Wahai Jiwa-jiwa para Pujangga, yang melihat kami dari surga Keabadian, kami berjalan menuju altar yg berhias mutiara-mutiara pikiran. Mencoba berpikir keras dengan akal-akal penyempurnaan, sebab kami ditindas oleh dentuman besi dan pabrik-pabrik. Syairku dirasa lebih berat dari muatan kereta api, dan mengganggu seperti bau limbah busuk!!

Kalian para pujangga abadi, maaf kan aku jika syairku menjadi debu yg mengotori kaki kalian...

Aku termasuk dalam dunia baru dimana manusia akan berlari setelah harta benda keduniawian.

Syairku ini adalah sebuah barang dagangan di pagi hari, bukan sebuah nafas kehidupan yang abadi.

1 comment:

  1. kalimat terakhirnya ngetok-ngetok otak ku mba tasya..ya..syair itu hanya ungkapan penyampaian..KEREN..

    ReplyDelete