Pages

Sunday, May 9, 2010

Aku yang menentukan hari, kapan kamu akan mati...


Di siang yang cukup terik, botol air minum, kantung plastik bekas, dan debu menjadi sebagian dari aksesoris yang menghiasi tempat kuberpijak saat ini.
Hari ini matahari hanya mampu menghantam sebatas raga. Ya, aku berkeringat karenanya. Tapi jiwaku?
Gelap.....cahayanya tidak mampu menembus batinku walau secercahpun.
Aku tak dapat menemukan apapun disana, terlalu hitam....dan aku tidak berkeinginan untuk mencari putih.

Kini aku menerobos lalu lalang manusia dengan berbagai keperluan.
Aroma sampah dan daging mentah pun berbaur sempurna menusuk penciumanku.
Sambil menjinjing kantung plastik putih hasil belanjaku tadi, aku melewati toko keranjang, toko peralatan olah raga, hingga perlengkapan bayi. Di muka toko terakhir, aku memutuskan menghentikan langkah setelah mataku menangkap gerobak kayu berisi aneka ragam minuman. Di sisi kirinya kulihat gerobak yang menjual makanan kesukaanku sewaktu seragamku masih putih biru.

Ku tancapkan bokongku di kursi panjang di hadapan gerobak-gerobak itu yang juga terbuat dari kayu.

"Baksonya 1 bang, campur semua. Jangan pake seledri ya" kataku pada lelaki di gerobak berwarna biru.

"Teh botol 1 ya bang" kataku lagi pada gerobak disebelahnya.

Lalu akupun mencari posisi ternyaman untuk duduk sementara seorang ibu dengan keranjang berisi aneka bumbu dapur dan semilir bau ayam mentah berdiri, membayar makanannya tadi, lalu pergi.
Sambil menunggu pesanan, aku pun membuka tas abu-abu besar yang kuhimpitkan di ketiak sejak pagi. Aku memeriksa kembali kotak yang ada didalamnya.
Aaah...dia aman, dia masih disitu. Itu adalah kotak berharga, dimana dia menyimpan milikku sejak aku tiba di dunia. Hari ini adalah harinya, dimana aku juga yang akan menentukan nasibnya.

Aku pun melahap sesuap demi sesuap gumpalan daging yang kuragukan bahan dasarnya. Entah sapi, kucing, atau tikus, aku sudah tidak perduli. Rasanya persis seperti "aku" saat ini, hambar.
Setelah menyantapnya dan menyeruput teh botol itu sampai habis, aku berdiri untuk membayar segala yang sudah aku telan tadi. Tiba-tiba sebuah suara dibelakangku berbunyi

"Mbak, ini kain kavan buat apaan?" tanya seorang pria yang mengenakan jacket jeans, berkulit gelap dan bertopi. Usianya ku taksir sekitar 34 tahun. Aku tidak mengenalnya, dan aku tidak suka dia terlihat mengintip kantung plastik putih belanjaanku.

"Bukan urusan anda!" jawabku ketus, dan berlalu meninggalkannya.


*

Mataku yang diterpa semilir angin tetap mampu menangkap warna emas yang menggumpal di atas sana. Dia tidak pernah padam, belum juga padam sejak 1961. Tahun dimana dia diresmikan oleh pemimpin pertama bangsa ini. Dulu aku selalu bermimpi untuk naik ke puncaknya dan aku telah mewujudkannya hampir 1 tahun yang lalu. Kali ini aku datang bukan untuk itu, aku memiliki misi baru. Dan aku tidak ingin menunggu lama seperti waktu lalu.

"Udah bang, disini aja" kataku pada lelaki yang sudah membocengiku dari pasar Mayestik tadi. Setelah mengembalikan helm berwarna hitam kepadanya, aku pun melanjutkan perjalananku.

Ini dia, Monumen Nasional !

Aku selalu mencintai tempat ini, sejak dulu. Entah tamannya, auranya, atau emasnya seakan terus memanggilku. Aku suka menikmati angin sambil berkhayal di sini. Udaranya bersih untuk ukuran ibukota. Aku pasti akan menarik nafas dalam-dalam, jika mampu mungkin akan ku hirup seluruh udara yang ada disini tanpa sisa.

Ok waktunya langsung menuju tempat kejadian perkara. Instruksi otakku tampaknya langsung ditangkap dengan cepat oleh kedua kaki karena mereka kini berpacu hingga sampailah aku di hadapan Husni Thamrin. Seorang politikus Betawi yang dikenal santun. Negara ini mengabadikannya dalam bentuk patung dan diapun kini menjadi penghuni tetap area taman Monumen nasional.

Kini aku duduk di hadapannya, dan segera mengeluarkan kain dari kantung plastik putih yang kubeli siang tadi. Aku hamparkan setelah memastikan tidak ada seorangpun yang memperhatikan.
Lalu sekarang aku mengambil kotak didalam tas besarku. Kotak yang selalu aku jaga sejak dulu.
Kupandangi dia sekali lagi sambil mengenang masa-masa saat aku masih memilikinya. Atau lebih tepat jika disebut aku "dimilikinya".

Aaaahhh...aku benci sekali bila harus mengingat hal itu. Begitu saja dia berkendak, maka apapun itu aku selalu saja menurutinya. Dan hari ini, akulah yang akan menentukan nasibnya!

Aku membukanya, dan dia......dia masih bergerak. Berlumuran darah dan masih berdetak.
Kucuri senyuman sabit yang seharusnya hanya terbit kala malam. Ini adalah saat dimana aku akan menerbangkan jutaan burung merpati yang masing-masing membawa batu beban di hidupku.
Kelima jemariku berkerja sama dengan sangat baik untuk mengangkatnya dari dalam kotak putih yang sekarang ternoda warna merah yang berbercak, lalu merebahkannya di atas kavan yang akan menyelimutinya hingga kiamat menjelang atau sampai ragaku melayang.

Kulipat rapih walaupun aku telah lupa bagaimana cara ber origami. Namun kupastikan gumpalan daging itu tidak akan kedinginan. Dia akan terus terhangatkan.
Waktunya menyingkap tanah tepat dibawah Thamrin berdiri. Aku mengkoreknya sendiri dengan kesepuluh jari. Setelah kupastikan cukup dalam, aku tidurkan onggokan yang telah berselimut kavan itu kedalam lalu kutimpa lagi dengan tanah-tanah sisa gerukan tadi.

*Aku melakukannya dengan hati-hati karena aku tidak mau dia mati, aku hanya ingin dia pergi...

Kini dia telah tergunduk rapi. Bersemayam di tempat yang selalu aku datangi meski aku sedang bermimpi. Tertunduk sunyi, tanpa mendengar lagi bisik-bisik nurani.
Saatnya tegak berdiri dan berjalan kembali.
Kuberikan senyum terakhir,

Selamat Tinggal HATI :)


*****

NB : Aku hanya tidak ingin melihat, mendengar, dan mengikuti. Saat ini aku cukup tau kamu masih berdetak. Tidak tau besok, atau nanti...

5 comments:

  1. bagussssyy...yaampun mba deg2an bacanya..sensasi penasarannya terjaga mpe akhir!!aku kira itu tadi bayi lhooo..hahaha taunya kecele!!!

    ReplyDelete
  2. Superrr kerennnn nieh cerpen... HATI sendiri dikubur, dan sekarang dia tak punya hati.. hihi #serem #minumminyakgas

    ReplyDelete
  3. Thank uuuu :) bayi? ah...belum itu #elusperutsendiri #lapermaksudnya :p

    I Am, Ayam, hihihi...thank u. Ssstt....jgn bilang siapa2 letak makamnya ya. Pencuri hati sedang marak berkeiaran di kota2 besar... #bisikbisik

    ReplyDelete
  4. hati-hati makan hati. hihi

    salam kenal, mbak-eh-tante-eh-teteh-eh- artasya! *bingung manggil apa :P*

    ReplyDelete