Pages

Monday, May 10, 2010

aku mengira akulah satu-satunya, ternyata aku hanya salah satu dari mereka..

Udara di sekitarku masih dapat kuhirup dengan baik, walau tidak selega waktu nafasmu turut masuk dalam helaanku.

Aku tertutup?
Iya. Biar orang-orang diluaran sana melihatku selalu bahagia. Sampai tiba saatnya mereka berpikir mungkinkah ada kehidupan yang hanya berisi kebahagiaan? Sekiranya ada, itu pasti akan sangat membosankan. Setiap ruang waktu hanya diisi tawa, lagi, dan lagi.
Sama dengan dunia percintaanku, Kandas....lagi dan lagi.

Mereka bilang aku terlalu pemilih, bagaimana mungkin kamu tidak memilih seseorang yang akan berada disampingmu sampai kamu mati?
Yang akan menjadi awan dalam panasmu...
Menjadi ksatria dalam hidupmu...
Menjadi pengisi setengah darah keturunanmu...

Hingga aku bertemu dia. Bukan hal yang special, justru crusial. Saat dimana bukan hanya aku yang diperlakukan begitu, tapi juga wanita-wanita di dalam phonebooknya, facebooknya, atau bb nya.

Dia asing?
Iya tentu saja. Menatap batang hidungnya pun aku belum pernah, hanya mendengar namanya. Pendamba cinta, itu kira-kira sebutannya. Jaman begini siapa yang tidak mendamba cinta?
Setiap Adam pasti mencari rusuk kirinya,dan setiap Hawa ingin melengkapi rusuk pasangannya.
Begitu juga aku, dan dia.

Dia selalu berkata "Kenapa kamu tidak mempersilahkan aku mencintaimu, setidaknya kenapa kamu tidak bersedia mencoba cintaku?".

Mencoba, cinta mungkin memang harus dicoba dulu sebelum diambil, dibekukan, dan dimiliki. Namun hatiku terlalu pilu untuk itu.
Bukan 1 kali aku masuk kedalam kubangan berdarah yang bernama "cinta". Dan aku perlu waktu untuk membersihkan diri, sebelum aku bersedia melompat kembali.

Waktu, fenomena yang selalu ingin dibunuh manusia. Namun ternyata terlalu kuat, terlalu banal, dan hanya TUHAN yang dapat membuatnya mati.
Bukan aku, bukan dia...
Namun waktu dapat menumbuhkan benih cinta, yang tak mungkin langsung berbuah ranum saat baru berkembang. Cintaku masih masam bila dipetik, dia bilang selalu bersedia menunggu karena dia cinta aku, selalu begitu...seingatku...

Kini kulihat buahnya mulai memerah, seiring perjalanan pertapa menuju taman surga dewa.
Berjalan perlahan, sedikit memberi tapi tak harap kembali. Dia mulai jengah, menunggu dalam pongah. Segala yang diberikan menjadi patokan akan balasan kasih sayang. Dia pergi, dengan alasan tak mampu lagi berdiri. Menanti sesuatu yang belum pasti.

Malam itu temaram sedang meraja, dan mataharipun mati. Gelap, pekat seperti mata hati yang terkoyak. Sahabatku pernah berkata "andai saja kita hidup dimana pusat informasi tidak secanggih sekarang yang diwarnai, friendster, facebook,atau twitter, hidup pasti akan lebih tenang". Saat itu aku tertawa, membayangkan hati sahabatku yang terluka, karena dia sedang kecewa. Tapi kini saat katanya kembali menggenang, aku semakin tau rasanya,hingga alasan pernyataannya.

Dia selalu bilang aku tak menghargainya saat aku pergi dengan sahabat laki-lakiku ,pergi tanpa pamit terlebih dahulu, atau ada mahluk mars lain mendekatiku. Walau sepengingatan otak semutku,dia belum resmi menjadi kekasihku..

Saat baru kurasakan sayap kupu-kupu yang dia ditinggalkan diperutku, mengira dia orang yang mengerti aku, dia justru menjauh. Dengan prasangka dikepalanya, dia merasa aku malu berdampingan dengannya hanya karena aku lebih suka menghabiskan malam minggu diluar jakarta selatan.
Tempatku hidup 25 tahun dalam ancaman.

Detik saat lingkunganku selalu menyebut namanya sebagai pemburu wanita a,b, dan c, ak tetap mencoba menutup mata. Itu tidak mungkin, karena dia selalu menyamakan dirinya dengan Nabi Yusuf yang mendapat fitnah bertubi-tubi karena menolak kaum hawa. Tapi nyatanya, teman-temanku sendiri adalah objeknya. Seorang wanita bahkan menghubungiku hanya untuk memastikan apakah aku kekasihnya karena saudaranya kini sedang dekat dengannya. Saat itu dia sedang menghilang, rasanya untukku dia bilang sedang mati. Atau mungkin baginya aku hanya fiksi..

Tapi dia datang lagi, entah darimana atau karena apa dia datang dengan kata "I miss u" dan kujawab dengan "I miss u to" karena memang itu rasaku, dan aku jujur padanya juga pada hatiku.

Hari itu indah, kami bagai perindu hebat yang melepaskan hasrat. Tangan kami terajut mati, tidak akan ada udara dapat menyelinap, terlalu rapat. Di tudungi cakrawala malam kami saling menatap dan dia menggegam hangat, katanya yang kuingat "Jangan pergi lagi ya".
Aku hanya tersenyum, sejak kapan aku pergi?
Aku selalu disini, mengamati dan bertahan untuk dia disisi.
Karena aku percaya padanya, ambisinya, dan impiannya!!

Dia tidak menyadari bahwa hatiku telah terbuka ikhlas untuknya, semenjak bibirku bersujud di bibirnya..

Namun dia terlampau hebat mengkasihani dirinya, sehingga kasih dariku tak teraba, selalu mendongak menantang langit, menghitung bintang-bintang yang bertaburan untuk mewakilkan patah hatinya, tanpa dia sadar sebanyak itulah berarti dia telah jatuh cinta.

Ini bukan keluhan, hanya samudra perasaan yang tidak aku ketahui dimana dia akan bersemayam. Karena saat cinta bersenggama dengan kekecewaan, kupercaya akan lahir sebuah "Mahakarya".

Aku kira akulah satu-satunya wanita dihatinya, ternyata aku hanya salah satu dari mereka...

...........

1 comment: